Pemerintah Desa Sindang Sono melakukan penandatanganan kesepakatan kerja sama (MoU) dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Himata, Kamis(19/10/2023).
Tangerang.pkbmhimata.id_Dalam rangka membantu pemerintah mengentaskan anak-anak putus sekolah serta menaikkan indeks pembangunan manusia (IPM). Kepala Desa Sindang Sono Muhamad Afandi, S.H, mengaku sangat mengapresiasi adanya kerja sama dengan PKBM Himata dan berharap bisa mengurangi atau bahkan menghapus tingkat putus sekolah di Desa Sindang Sono.
“Jadi harapan kita semoga dengan adanya MoU dengan PKBM Himata, maka tidak ada lagi anak usia sekolah di Desa Sindang Sono yang putus sekolah, “dan bias juga meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Desa Sindang Sono” kata Afandi.
Sementara itu, Ketua PKBM Himata Madsoni, M.Pd. menjelaskan pendidikan di Indonesia terdiri dari dua, yakni Pendidikan Formal dan Pendidikan Nonformal.
“Pendidikan formal itu layaknya pendidikan biasa seperti pendidikan di sekolah; SD, SMP, SMA. Selain Pendidikan Formal, Pemerintah juga memiliki layanan Pendidikan Non Formal, ada pendidikan Kesetaraan namanya. Kalau dulu dikenal dengan Sekolah Paket, ada Paket A, Paket B dan Paket C. Itu dulu, kalau sekarang namanya pendidikan kesetaraan; Setara SMA, Setara SMP, Setara SD,” ucap Sonil sapaannya, Kamis (19/10/2023).
PKBM Himata simbolis memberikan Piagam Penghargaan Kepada Pemerintah Desa Sindang Sono dalam komitmen entaskan anak putus sekolah, Kamis (19/10/2023).
Sonil, di PKBM nantinya anak-anak putus sekolah atau anak-anak yang berniat sekolah bisa sekolah kembali tanpa dipungut biaya, jadi mereka sekolah dengan gratis,” ungkapnya.
Selanjutnya, dia juga mengatakan saat ini PKBM Himata yang dipimpinnya menggunakan bangunan tersendiri yang sudah dipersiapakan untuk pendidikan kesetaraan sebagai tempat belajar, yakni di Kp. Cayur Desa Sindang Sono sudah ada gedung dan sarana belajarnya dirasa cukup untuk kegiatan pembelajaran.
Untuk sistem pembelajarannya, ungkap Sonil, dilakukan dengan cara tutorial, tugas mandiri dan tatap muka. Dalam setiap pekannya semua peserta didik harus melaksanakan kegiatan pembelajaran tersebut.
“Kalau tatap muka jelas peserta didik harus hadir untuk menerima pembelajaran setara dengan dua jam mata pelajaran. Untuk tutorial, bisa secara online atau tatap muka. Kemudian untuk tugas mandiri dilaksanakan di rumah di luar jam pembelajaran sehingga bagi mereka yang bekerja tetap bisa belajar,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan jika dibanding dengan pendidikan formal, sebenarnya muatan kurikulum yang digunakan sama, hanya saja sistem pembelajarannya berbeda.
Menurutnya, adanya perbedaan ini untuk memfasilitasi anak-anak yang memiliki keterbatasan akses untuk belajar baik secara jarak maupun keterbatasan secara ekonomi bahkan gangguan mental seperti anak yang terlalu introvert.
“Sebenarnya PKBM ini cakupannya sangat luas dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu karena pembelajarannya bisa dilakukan secara daring maupun luring dan tempatnya bisa dimana saja,” katanya.
PKBM ini pada dasarnya dari dan oleh masyarakat. Itulah mengapa kita harus secara sistematis bekerja sama dengan pemerintah desa dan masyarakat sekitar supaya bisa membuka kesempatan bagi anak-anak yang sudah terhambat.
“Dalam pembelajarannya pun kita harus memahami dan menyesuaikan dengan hambatan yang dihadapi. Misalnya jika ada siswa yang tidak bisa membeli atau tidak punya seragam maka dia tidak perlu memakai seragam,” bebernya.
“Kami ingin menjadikan PKBM ini sebagai lembaga yang dipercaya masyarakat sebagai tempat pusat menyelenggarakan pendidikan. Oleh sebab itu, kami sudah menegaskan kepada siswa siswi agar melaksanakan sistem pembelajaran yang sudah ditetapkan. Artinya wajib melaksanakan pembelajaran sesuai dengan sistem pembelajaran yang sudah ditetapkan. Kita ingin mengajarkan bahwa proses itu sangat penting, bukan hanya sekadar bicara hasil,” pungkasnya. (njr)